Sesuai dengan judul kita, pertanyaan bagi kita adalah “apakah hatimu melekat pada harta?”
Mengapa pertanyaan ini sangat penting? Karena ada sebuah ayat yang sehubungan dengan hal tersebut pada pasal 62, yaitu: “Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.” (Mazmur 62:11)
Ini adalah sebuah nasihat dan juga peringatan untuk tidak melekatkan hati kita pada harta kekayaan. Jangan sampai hati kita melekat pada kekayaan, apalagi saat harta kita semakin banyak.
Berhati-hatilah untuk tidak cinta akan uang. Mengapa? “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” (1 Timotius 6:10)
Ada dua paragraf dari buku Testimony Treasures Vol. 1 yang sangat menarik untuk kita baca baik-baik dan pahami kalimat demi kalimat. Mari kita baca baik-baik dan berulang kali apa yang dicatatkan oleh pena inspirasi.
“Kristus telah menaruh kaki-Nya sendiri pada jalan penyangkalan dan pengorbanan diri yang semua murid-murid-Nya harus tempuh jika mereka pada akhirnya ingin ditinggikan bersama Dia. Ia mengambil pada hati-Nya sendiri kesedihan yang manusia alami. Pikiran dari manusia duniawi sering kali menjadi kotor. Mereka hanya bisa melihat hal-hal duniawi, yang menghalangi kemuliaan dan nilai dari hal-hal surgawi. Manusia menjelajahi pulau dan lautan demi keuntungan duniawi, dan menanggung kekurangan serta penderitaan demi mencapai tujuan mereka, namun akan menyingkir dari ketertarikan surga dan tidak menganggap kekayaan yang kekal. Orang-orang yang relatif miskin biasanya adalah mereka yang melakukan paling banyak untuk menopang pekerjaan Tuhan. Mereka berkemurahan dengan harta mereka yang sedikit. Mereka memperkuat kemurahan hati mereka dengan memberi secara terus-menerus. Ketika pengeluaran mereka hampir menyamai angka pendapatan, keinginan mereka akan kekayaan duniawi tidak memiliki tempat atau kesempatan untuk menjadi kuat.”
Testimony Treasures, Vol. 1, 382.3
“Namun banyak, ketika mereka mulai mengumpulkan harta dunia, mereka mulai menghitung berapa lama waktu yang diperlukan sebelum mereka dapat memiliki harta dalam jumlah tertentu. Dalam kekhawatiran untuk menimbun harta kekayaan bagi diri sendiri mereka gagal untuk menjadi kaya kepada Allah. Kebajikan mereka tidak seimbang dengan penimbunan harta yang mereka lakukan. Ketika nafsu untuk harta kekayaan bertambah, keinginan hati mereka terikat dengan harta mereka. Bertambahnya harta bangunan mereka semakin memperkuat hasrat untuk memiliki lebih lagi, sampai beberapa menganggap bahwa perpuluhan kepada Tuhan adalah suatu pungutan yang berat dan tidak adil. Inspirasi menuliskan: ‘Apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.’ Mazmur 62:10. Banyak orang berkata: ‘Jika Saya menjadi seorang yang kaya, Saya akan melipatgandakan pemberian saya kepada perbendaharaan Tuhan. Saya tidak akan menggunakan harta kekayaan saya kecuali demi kemajuan pekerjaan Allah.’ Allah telah menguji beberapa orang-orang ini dengan memberikan kepada mereka kekayaan; namun bersama dengan kekayaan datanglah pencobaan yang lebih mengerikan, dan kebajikan yang mereka lakukan jauh lebih kurang daripada pada waktu mereka miskin. Suatu keinginan hati yang mengikat untuk memiliki kekayaan yang lebih banyak menangkap pikiran dan hati mereka, dan mereka melakukan penyembahan berhala.”
Testimony Treasures, Vol. 1, 383.1
Setelah membaca dua paragraf di atas, kiranya kita boleh merenungkannya dan memilih yang benar. Ingatlah juga bahwa Alkitab menasihati kita, “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:2)
Kiranya hati kita boleh selalu melekat kepada Allah bukan kepada harta kekayaan.
Selamat pagi dan Tuhan memberkati kita semua. Amin.