Kemarin kita telah belajar sedikit mengenai Hana yang berasal dari suku Asyer. Hari ini kita akan belajar tentang karakter Hana yang luar biasa.
Pertama, Lukas 2:36 mencatat bahwa Hana adalah seorang nabi perempuan, tetapi Alkitab tidak menyebutkan dengan jelas mengapa ia disebut sebagai seorang nabi. Tidak ada catatan bahwa Hana bernubuat seperti nabi-nabi lainnya, “tetapi lebih kepada seorang wanita yang hidup kudus, yang melalui pengetahuannya yang banyak dan pengalamannya yang dalam tentang hal-hal rohani, mampu mengajar orang lain; sesuai dengan kata bernubuat di dalam 1 Korintus 14:3, ‘siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur.’” (Adam Clarke Bible Commentary)
Inilah yang Hana lakukan, khususnya setelah ia bertemu dengan bayi Yesus di Bait Allah. Ia “mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.”
Begitu juga dengan kita. Tuhan ingin kita untuk menjadi Hana modern yang memiliki pengetahuan kebenaran dan pengalaman rohani yang dalam bersama Tuhan untuk menjadi saksi-saksi-Nya dimanapun kita berada; menjadi terang di dunia yang gelap dan membawa kabar baik di tengah-tengah dunia yang sedang menuju kepada kebinasaannya.
Kedua, Alkitab mencatat dengan cukup terperinci akan kehidupan pribadinya. Hana hanya hidup tujuh tahun dengan suaminya dan menjadi seorang janda hingga tua, tetapi “ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa” (Lukas 2:37).
Kehilangan sesuatu yang kita sukai, atau bahkan orang terdekat yang sangat dikasihi adalah sebuah ujian hidup yang berat. Tetapi semua ini tidak memadamkan kesetiaan Hana kepada Tuhan. Di dalam kesendiriannya, ia menghabiskan waktunya bersama dengan kekasihnya yang sejati, Tuhan Yesus. Sungguh teladan yang luar biasa!
Mari kita introspeksi kehidupan kita masing-masing. Apakah kita lebih mementingkan hal-hal duniawi yang kita sukai, ataukah kita lebih mementingkan pekerjaan Tuhan? Pernahkan kita kehilangan sesuatu yang kita sukai, mungkin barang berharga atau pekerjaan, dan gantinya kita meminta pertolongan Tuhan, kita malah menyalahkan Tuhan?
Hana memberikan kepada kita semua sebuah teladan bahwa segala sesuatu yang sangat kita sukai, cintai, banggakan, adalah nomor dua karena kita harus selalu meletakkan Tuhan yang pertama di dalam kehidupan kita. Dan saat kita harus kehilangan semua itu, kita masih tetap memiliki Tuhan, kita masih tetap melayani Tuhan.
Seperti Hana yang penuh dengan ucapan syukur dan kebahagiaan saat melihat bayi Yesus, “mereka yang membuat Tuhan yang pertama dan terakhir dan terbaik di dalam segala sesuatu, adalah orang-orang yang paling bersukacita di dunia ini” (Messages to Young People 38.1)
Kiranya kisah Hana yang singkat ini dapat mengingatkan kita, yang sementara menghadapi ujian hidup yang berbeda-beda, untuk tetap setia kepada Tuhan hingga akhir hidup kita.
Selamat pagi dan Tuhan memberkati.